I.
Perkembangan
Kurikulum di Indonesia
A.
Masa
Pra-Kemerdekaan
Jauh sebelum Indonesia merdeka, pada masa Hindu-Buddha dan Islam,
pada dasarnya masyarakat sudah mengenal sistem pendidikan. Pada masa
Hindu-Buddha sistem pendidikan disebut karsyan,
sedangkan pada masa Islam disebut dengan pesantren.
Pada masa Hindu-Buddha, penyelenggara
pendidikan adalah kaum Brahmana. Pola pendidikan berupa asrama khusus karsyan
dan dilengkapi ruang khusus diskusi dan seminar. Materi-materi yang diajarkan
antara lain adalah teologi, bahasa dan sastra ilmu-ilmu kemasyarakatan,
ilmu-ilmu eksakta seperti ilmu perbintangan, ilmu pasti, perhitungan waktu,
seni bangunan, seni rupa, dll.
Pada masa Islam, sistem pendidikan Hindu-Buddha
berlanjut dalam bentuk akulturasi antara Islam dengna Hindu-Buddha. Akulturasi
tersebut tampak pada sistem pendidikan yang mengikuti kaum agamawan
Hindu-Buddha, saat guru dan murid berada dalam satu lingkungan permukiman yang
pada masa Islam disebut pesantren.
Dengan demikian, terlihat bahwa masyarakat pada
masa Hindu-Buddha dan Islam sudah mengenal sistem pendidikan yang terpadu untuk
membangun moral manusia berdasarkan
nilai-nilai religious yang dianut. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran akan
pentingnya pendidikan sudah ada dalam masyarakat Indonesia masa itu.
Memasuki masa penjajahan, muncul beberapa tokoh
yang mempunyai pengaruh terhadap pendidikan di Indonesia. Tokoh wanita yang
berperan penting terhadap sistem pendidikan Indonesia khususnya bagi kaum
perempuan yaitu R A Kartini. Beliau sudah memperjuangkan pendidikan sejak akhir
1800-an. Berangkat dari kegagalannya memeperoleh pendidikan agar dapat setara
dengan kaum laki-laki, beliau ingin meningkatkan derajat perempuan lewat
pendidikan. Tekadnya itu kemudian ia wujudkan dengan mendirikan sebuah sekolah
untuk kaum perempuan.
Pada 1908, gerakan Budi Utomo juga menjamah
ranah pendidikan. Pada waktu itu, Dr. Wahidin mengganggas suatu beasiswa untuk
membantu pelajar Jawa yang ingin melanjutkan pelajarannya tetapi kurang mampu.
Selain itu, hadir juga seorang Tan Malaka yang juga peduli pada kaum kromo dengan mendirikan
S.I School bagi para anggota SI (Syarikat Islam) pada 1921. Tan Malaka
merumuskan tiga tujuan pendidikan yaitu, pendidikan harus meliputi pendidikan
keterampilan/ilmu pengetahuan, pendidikan bergaul/berorganisasi, dan pendidikan
yang selalu berorientasi ke bawah.
Sistem pendidikan kemudian terus berlanjut dan
berkembang pada masa penjajahan. Tujuan pendidikan pun mulai bergeser ke arah
pragmatic, yaitu untuk melawan penjajah. Pejuang kemerdekaan dan sekaligus
tokoh pendidikan pada masa itu yaitu Mohammad Syafei yang mendirikan sekolah
INS (Indonesisch gaanak-anak agar
dapat berdiri sendiri atas usaha sendiri dengan jiwa yang merdeka.
Tokoh yang kedua adalah Ki Hajar Dewantara,
bergerak makin nyata dalam dunia pendidikan dengan mendirikanNationaal
Onderwijs Instituut Taman Siswa pada 3 Juli 1922. Perguruaan ini sangat
menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka
mencintai bangsa dan tanah air serta berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Ki
Hajar Dewantara merupakan pencetus semboyan pendidikan yang kita gunakan
sekarang: ing ngarsa sung tulada, ing madia mangun
karsa,tut wuri handayani (di depan menjadi teladan, di tengah membangun
semangat, dan dari belakang mendukung).
Tokoh ketiga, Ahmad Dahlan, mendirikan
organisasi agama Islam pada tahun 1912 di Yogyakarta, yang kemudian berkembang
menjadi pendidikan Muhammadiyah. Pendidikan Muhammadiyah ini sebagian besar
memusatkan diri pada pengembangan agama Islam, dengan tujuan mewujudkan
orang-orang Muslim yang berakhlak mulia. Ada lima butir yang dijadikan dasar
pendidikan yaitu perubahan cara berpikir, kemasyarakatan, aktivitas,
kreativitas, dan optimism.
B.
Masa
Pasca-Kemerdekaan
Pasca-kemerdekaan, Indonesia mencoba menata sistem pendidikan agar
lebih komprehensif. Pendidikan dibentuk menjadi emapt tingkatan, yakni Sekolah
Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Perguruan Tinggi.
Penyelenggaraan pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas
berpedoman pada kurikulum.
Kurikulum pertama di Indonesia bernama Rencana Pendidikan 1947.
Pancasila diterapkan sebagai asas pendidikan dalam kurikulum ini dan berlaku
sampai sekarang. Kendati sudah dirumuskan sejak tahun 1947, namun kurikulum ini
baru efektif dilaksanakan disekolah-sekolah pada 1950. Pada 1952 kurikulum
Rencana Pendidikan 1947 disempurnakan menjadi Rencana Pendidikan Terurai 1952.
Pada 1968, kurikulum pendidikan Indonesia berganti menjadi
Kurikulum 1968. Perubahan kurikulum ini dinilai bersifat politis, mengingat
sebelumnya pada 1960 muncul “Kurikulum Kewajiban Belajar Sekolah Dasar” dan
Rencana Pendidikan 1964 keluaran Orde Lama. Kurikulum 1968 dianggap salah satu
usaha pemerintah Orde Baru untuk menghilangkan produk Orde Lama. Tujuan
pendidikan kemudia menjadi pembentukan manusia sejati Pancasila dengan
menekankan pada Sembilan pada mata pelajaran yang meliputi pembinaan pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
Penekanan tujuan pendidikan berubah pada pendidikan yang lebih
efisien dan efektif yang kemudian melahirkan Kurikulum 1975. Kurikulum ini
disempurnakan dengan mengusung process
skill approach dalam proses pendidikan. Model pembelajaran yang digunakan
adalah Cara Belajar Siswa Aktif. Kurikulum ini dikenal dengan kurikulum 1984.
Kurikulum 1984 berlangsung selama sepuluh tahun. Tahun 1994
pemerintah mengganti Kurikulum 1984 dengan kurikulum 1994, dan pada tahun 1999
disempurnakan kembali menjadi Suplemen Kurikulum 1999. Pemerintah mengklaim
bahwa kurikulum ini memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya, yakni Kurikulum
1975 dan 1984.
Tahun 2004, kembali lahir Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang
mengurai setiap mata pelajaran berdasarkan kompetensi yang harus dicapai siswa.
Sistem KBK pun dihentikan selagi dalam masa percobaan.
Tahun 2006, muncul Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pada
dasarnya kurikulum ini tidak jauh berbeda dengan KBK. Perbedaannya terletak
pada peran guru yang lebih diberi kebebasan untuk merencanakan pembelajaran
sesuai dengan kondisi siswa serta kondisi sekolah masing-masing.
C.
Profil
Kurikulum SMA di Indonesia
a. Kurikulum
Sebelum Tahun 1965
Selama
Demokrasi Terpimpin, Kurikulum SMA mengalami tiga kali perubahan yaitu, tahun
1952, tahun 1961, dan tahun 1964. Kurikulum 1952 dikembangkan dalam Konferensi
Direktur SMA di Bogor pada tanggal 30 sampai 6 Februari 1952. SMA terdiri atas
bagian A (Bahasa/Sastra), bagian B (Ilmu Pasti dan Alam), dan bagian C
(Ekonomi). Kurikulum SMA bagian A terdiri atas:
a) Pokok,
mencakup mata-mata pelajaran Bahasa dan Kesusastraan Indonesia, Bahasa Daerah
Jawa Kuno, Bahasa Inggris, Bahasa Perancis, Bahasa Jerman, Sejarah, Ilmu Bumi.
b) Penting,
mencakup mata-mata pelajaran: Sejarah Kesenian, Sejarah Kebudayaan, Ilmu
bangsa-bangsa, Ekonomi, Tata Negara dan Kewarganegaraan.
c) Pelengkap,
mencakup mata-mata pelajaran: Aljabar, Ilmu Kesehatan, Menggambar, Pendidikan
Agama.
Kurikulum SMA bagian B terdiri atas:
a) Pokok,
mencakup mata-mata pelajaran: Aljabar, Ilmu Ukur Sudut, Ilmu Ukur Ruang, Ilmu
Alam, Mekanika, Ilmu Kimia, Ilmu Hayat, dan Kesehatan.
b) Penting,
mencakup mata-mata pelajaran: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris.
c) Pelengkap,
mencakup mata-mata pelajaran Bahasa Jerman, Bahasa Perancis, Bumi Alam dan
Falak, Sejarah, Tata Negara dan Kewarganegaraan, Ekonomi, Tata Buku,
Menggambar, Pendidikan Agama.
Kurikulum SMA bagian C terdiri atas:
a) Pokok,
mencakup mata-mata pelajaran: Tata Negara dan Kewarganegaraan, Tata Hukum,
Ekonomi, Ilmu Bumi Sosial dan Ekonomi, Ilmu Bangsa-Bangsa, Sejarah.
b) Penting,
mencakup mata-mata pelajaran: Pengetahuan dan Hitung, Tata Buku, Sejarah
Perekonomian, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris.
c) Pelengkap,
mencakup mata-mata pelajaran: Bahasa Jerman, Bahasa Perancis, Ilmu Kimia dan
Pengetahuan Bahan, Aljabar, Ilmu Kesehatan, Menggambar, Pendidikan Jasmani, dan
Pendidikan Agama.
Kurikulum SMA 1961 dikembangkan melalui
pertemanan antar SMA Teladan di Surakarta pada tanggal 6 s.d 13 November 1961.
Perubahan Kurikulum tersebut berkenaan dengan:
a) Tujuan
pendidikan SMA ialah mengembangkan cita-cita hidup serta kemampuan dan
kesanggupan sebagai anggota masyarakat, dan mendidikan tenaga ahli dalam
berbagai lapangan sesuai dengan bakat dan minat masing-masing serta keprluan
masyarakat sehingga tamatannya mempunyai dasar-dasar ilmu dan pendidikan yang
seperlunya untuk mengembangkan diri terutama pada lembaga pendidikan yang lebih
tinggi dan lembaga masyarakat.
b) Penggolongan
mata pelajaran di SMA dibagi menjadi empat kelompol, yaitu:
(1) Kelompok
Dasar
(2) Kelompok
Khusus
(3) Kelompok
Penyerta, dan
(4) Kelompok
Prakarya
c) Penjurusan
di SMA mulai dilakukan di kelas III, dan menghapus jurusan A, B, dan C, dengan menggantinya
menjadi jurusan Budaya, Sosial, Ilmu Pasti dan Ilmu alam.
Kurikulum SMA 1961 disebut kurikulum SMA Gaya
Baru.
b. Kurikulum
Tahun 1968
Kurikulum SMA 1964 atau
Kurikulum Pancawardhana disempurnakan menjadi kurikulum SMA 1968. Menurut
Kurikulum SMA 1968, tujuan-tujuan pendidikan SMA yaitu:
a) Membentuk
manusia Pancasila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang
dikehendaki oleh Pembukaan dan Isi UUD 1945.
b) Mempersiapkan
anak didik untuk memasuki perguruan tinggi dengan jalan dilengkapi dengan dasar-dasar
umum kecakapan kejuruan dan pembinaan pengembangan fisik yang kuat dan sehat.
c) Memberikan
dasar keahlian umum kepada anak didik sesuai dengan bakat dan minat
masing-masing dalam berbagai lapangan sehingga tamatannya dapat mengembangkan
dirinya pada lembaga-lembaga masyarakat.
Penjurusan
SMA disederhanakan hanya terdiri atas dua jurusan yaitu, jurusan Sastra Sosial
Budaya, dan jurusan Ilmu Pasti Pengetahuan Alam. Setiap SMA harus
menyelenggarakan semua jurusan tanpa terkecuali, dengan penjurusan yang dimulai
sejak kelas II. Susunan Kurikulum 1968 adalah:
a) Kelompok
Pembinaan Jiwa Pancasila, mencakup mata pelajaran; Pendidikan Agama, Pendidikan
Kewargaan Negara, Bahasa Indonesia, dan Pendidikan Olah Raga.
b) Kelompok
Pembinaan Pengetahuan Dasar, mencakup mata pelajaran;
(1) Kelas I:
Sejarah, Geografi, Ilmu Pasti, Fisika, Kimia, Biologi, Ekonomi dan Koperasi,
Menggambar, Bahasa Inggris.
(2) Kelas II
dan III, jurusan Sastra Sosial Budaya; Bahasa dan Kesusastraan Indonesia,
Mengarang, Sejarah, Geografi, dan Antropologi Budaya, Ekonomi dan Koperasi,
Menggambar, Bahasa Inggris, Ilmu Pengetahuan Budaya; untuk Sastra Budaya
ditambah tiga mata pelajaran: Bahasa Kawi Daerah, Sejarah Kebudayaan dan
Kesenian, serta Ilmu Pasti; dan untuk Sastra Sosial ditambah tiga mata pelajaran;
Ilmu Pasti, Pengetahuan Dagang, dan Tata Buku.
(3) Kelas II
dan III, jurusan Ilmu Pasti Pengetahuan Alam; Aljabar dan Analit, Ilmu Ukur
Sudut, Ilmu Ukur Ruang, Fisika, Kimia, Biologi, Matematika, Geografi,
Menggambar, Bahasa Inggris.
c) Kelompok
Pembinaan Kecakapan Khusus, mencakup mata pelajaran; Pendidikan Kesejahteraan
Keluarga, Prakarya Pilihan (Kesenian, Bahasa, Keterampilan, lain-lain)
c. Kurikulum
Tahun 1975
Kurikulum 1975 menekankan
pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Metode, materi, dan
tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional
(PPSI). Zaman ini dikenal istilah satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran
setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum,
tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan
belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik karena guru
dituntut menulis rincian apa yang akan
dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
d. Kurikulum
Tahun 1984
Kurikulum SMA tahun 1984
dapat dijabarkan dari poin-poin berikut.
-
Bentuk matriks masih tetap digunakan namun
tujuan kurikuler tidak lagi terbagi dalam tujuan yang terbatas untuk satu
disiplin ilmu tertentu.
-
Masing-masing disiplin ilmu memiliki GBPP yang
berbeda secara fisik terpisah dan tidak berhubungan dalam isinya.
-
Terdapat tujuan kurikuler dan instruksional
umum.
-
Di SMA bentuk pendidikannya menggunakan
disiplin yang terpisah.
-
Pokok bahasan, sub-pokok bahasan, dan uraian
materi sudah dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan keterpaduan.
-
Di SMA, nama mata pelajaran diberikan nama yang
sama sesuai dengan masing-masing disiplin ilmu itu sendiri.
e. Kurikulum
Tahun 1994
Materi Kurikulum Tahun 1994
SMA Program Bahasa terdiri dari 12 mata pelajaran, yaitu; Pancasila dan
Pendidikan Kewarganegaraan sebanyak 6 jam, Pendidikan Agama 6 jam, Bahasa dan
Sastra Indonesia 21 jam, Sejarah Umum dan Sejarah Nasional 6 jam, Bahasa
Inggris 19 jam, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan 6 jam, Ilmu Pengetahuan Sosial
12 jam, Pendidikan Seni 2 jam, Bahasa Asing lain 9 jam, Sejarah Budaya 5 jam,
Matematika 12 jam, dan Ilmu Pengetahuan Alam 24 jam.
f. Kurikulum
Tahun 2004 (KBK)
Kurikulum 2004 ini lebih dikenal dengan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK). Pendidikan berbasis kompetensi ini menitikberatkan pada pengembangan
kemampuan untuk melakukan tugas-tugas tertentu dengan standar yang telah
ditetapkan. Pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu
melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu
dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran.
Kurikulum berbasis kompetensi mengacu pada :
1) Hasil
dan dampak yang diharapkan muncul pada peserta didik melalui serangkaian
pengalaman belajar yang bermakna, dan
2) Keberagaman
yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya.
Tujuan yang ingin dicapai
menekankan pada pencapai kompetensi siswa baik individual maupun klasikal.
Dalam jenjang SMA sendiri
(khususnya), bahan kajian mata pelajaran di kelas X s/d XII (SMA) difokuskan
pada kegiatan produktif, analitis dan evaluatif sesuai dengan perkembangan jiwa
dan cara pikirnya yang sudah tingkat pra universitas. Oleh karena hal tersebut,
maka kurikulum KBK ini pun menekankan pada pembelajaran efektif dan bermakna
dengan guru berperan sebagai penentu secara tepat jenis pembelajaran yang
paling berperan dalam pembelajaran efektif dan bermakna.
Pembelajaran efektif dan
bermakna dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut.
a. Pemanasan
dan Apersepsi
Hal ini dilakukan untuk
menjajagi pengetahuan peserta didik, memotivasi peserta didik dengan menyajikan
materi yang menarik dan emndorong mereka untuk mengetahui berbagai hal baru.
b. Eksplorasi
Tahap ini merupakan kegiatan
pembelajaran untuk mengenalkan bahan dan mengaitkannya dengan pengetahuan yang
telah dimiki peserta didik.
c. Konsolidasi
Pembelajaran
Tahap ini berupaya untuk
mengaktifkan peserta didik dalam pembentukan kompetensi, dengan mengaitkan
kompetensi dengan kehidupan peserta didik.
d. Pembentukan
Kompetensi, Sikap dan Perilaku
Dengan melakukan berbagai
upaya untuk pembentukan kompetensi, sikap, dan perilaku peserta didik.
e. Penilaian
Formatif
Penggunaan hasil penilaian
untuk mengetahui analisis kelemahan atau kekurangan peserta didik.
Setelah mengetahui prosedur
pembelajaran kurikulum KBK ini yang kami bahas secara universal bagi jenjang
SD, SMP dan SMA, dapat diketahui bahwa pendekatan pembelajaran kurikulum KBK
ini menggunakan pendekatan andragogi yang menempatkan peran peserta didik lebih
dominan dalam pembelajaran, yang meletakkan perhatian dasar terhadap individu
secara utuh.
g. Kurikulum
Tahun 2006 (KTSP)
Struktur
Kurikulum SMA disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi
mata pelajaran. Kurikulum SMA/MA kelas X:
1) Kurikulum
SMA kelas X terdiri atas 16 mata pelajaran, muatan local, dan pengembangan
diri. Muatan local merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi
yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, keunggulan daerah,
termasuk keunggalan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam
mata pelajaran yang ada. Substansi muatan local ditentukan oleh satuan
pendidikan.
2) Jam
pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam
struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimumempat jam
pembelajaran per minggu secara keseluruhan.
3) Alokasi
waktu satu jam pembelajaran adalah 45 menit.
4) Minggu
efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.
Kurikulum
SMA kelas XI dan XII:
1) Kurikulum
SMA kelas XI dan XII Program IPA, Program IPS, Program Bahasa, dn Program
Keagamaan terdiri atas 13 mata pelajaran, muatan local, dan pengembangan diri.
Muatan local merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang
disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, keunggulan daerah, termasuk
keunggalan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata
pelajaran yang ada. Substansi muatan local ditentukan oleh satuan pendidikan.
2) Jam
pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam
struktur kurikulum. Satuan Pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam
pembelajaran per minggu secara keselurahan.
3) Alokasi
waktu satu jam pembelajaran adalah 45 menit.
4) Minggu
afektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.
0 komentar :
Posting Komentar