Zaman pra-aksara (prasejarah) adalah zaman ketika manusia belum mengenal tulisan. Periode ini ditandai dengan cara hidup berburu dan mencari makanan yang tersedia di alam. hal ini berarti pada zaman pra-aksara manusia pendukungnya sangat bergantung pada alam.
Zaman pra-aksara sering disebut juga dengan zaman nirleka. Nir artinya tanpa, leka artinya tulisan. kehidupan masyarakatnya didasarkan pada kebutuhan-kebutuhan yang paling dasar atau pokok. Zaman pra-aksara berakhir ketika masyarakatnya sudah mengenal tulisan, cara bercocok tanam, dan menggunakan logam. Akhir zaman pra-aksara disebut jugan dengan zaman proto sejarah.
Kehidupan Sosial
Selama ratusan ribu tahun sejak zaman batu tua sampai batu madya, masyarakat pra-aksara Nusantara hidup sebagai nomaden.
Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk berburu dan
mencari makanan. Pada saat makanan mereka habis serta binatang buruan
tidak ditemukan lagi, mereka akan pindah lagi dan mencari tempat lain
untuk memenuhi kebutuhan makanan. Dengan demikian, tidak ada perubahan
yang berarti dalam cara hidup mereka yang disebut tradisi food gathering selama
berabad-abad selamanya. Mereka telah mampu menciptakan api dengan cara
menggores-goreslam batu atau benda-benda keras lainyya sampai
mengeluarkan api dan mereka mulai membakar makanan.
Kemungkinan
kehidupan ekonomi manusia pra-aksara ditandai dengan menanm berbagai
ubi-ubian dan biji-bijian. Mereka juga mulai menjinakkan binatang
buruan, seperti babi, kerbau, dan sapi. Hewan-hewan tersebut ada yang
merupakan hewan khas Kepulauan Nusantara ada pula yang menyebar dari
daratan Asia pada zaman pleistosen. Untuk mengolah makanan sebelum di
konsumsi, masyarakat pra-aksara telah memiliki kepandaian membuat
gerabah. Alat tersebut digunakan sebagai wadah atau tempat memasak dan
menyimpan makanan. Temuan arkeologis menunjukkan bahwa gerabah tersebut
banyak juga yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan mayat. Dalam
masyarakat yang hidup menetap, kegiatan bercocok tanam diperlukan
pembagian tugas dan peran yang lebih rumit. Dalam mengerjakan lahan
untuk bercocok tanam dilakukan secara gotong royong.
Secara naluriah, mereka dapat
mengerti bahwa kekurangan makanan dapat menyebabkan lapar, akan tetapi
mereka tidak dapat menjelaskan mengapa makanan berkurang. Mereka juga
mengerti bahwa rasa sakit menyebabkan kematian. Manusia pra-aksara yakin
bahwa ada ruh-ruh yang melekat pada setiap benda-benda alam. Di
antaranya, batu besar, pohon, danau, langit, bulan, dan matahari. Adapun
keyakinan bahwa ruh-ruh tersebut bisa berwujud dalam bentuk benda-benda
diisebut dinamisme. Masyarakat pra-aksara juga percaya pada
ruh-ruh nenek moyang mereka. Arwah atau ruh-ruh kelompok atau kepala
suku yang telah meninggal terus dipelihara agar terus hidup. Agar arwah
nenek moyang mereka tersebut tetap berbuat kebaikan, maka perlu diadakan
upacara-upacara atau pemujaan. Makamnya pun harus dipelihara dengan
sangat baik. Berdasarkan temuan arkeologis, diketahui bahwa peradaban
megalitikum lebih banyak berkaitan dengan tradisi pemujaan terhadap
ruh-ruh dan arwah-arwah nenek moyang. Kepercayaan terhadap animisme
berlangsung terus berkemvang dalam kurun waktu yang panjang.
Dalam kelompok manusia pra-aksara,
kepandaian mengumpulkan makanan atau berburu binatang merupakan satu hal
yang memungkinkan untuk diterima sebagai anggota dalam suatu kelompok.
Mereka yang kuat dan yang pandai dalam berburu binatang kemungkinan akan
diangkat menjadi pemimpin kelompoknya. Dengan Demikian, pada kelompok
manusia nomaden sudah dikenal adanya kedudukan sosial dan kelompoknya.
Daftar Pustaka
Supriatna, Nana. 2013. Advanced Learning Indonesian History 1. Bandung: PT. Grafindo Media Pratama
0 komentar :
Posting Komentar